English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Wednesday 19 June 2013

Beginilah Rindu Ku Bakukan

dear you

1. Rindu adalah perjalanan tertunda, terentang sebagai kesatuan harapan dan keterpisahan. Di matamu, ingin kuberhenti. Seketika? Bukan. Rindu bermula dari serpih getar untuk saling berharap: kita bertemu di satu titik penyatuan. Semuanya tertulis jelas di air mukaku; rindu ini mengurai segala tentangmu. Kapan pun, di mana pun, kamu memenuhi detikku.

2. Kamu adalah baris pertama dari setiap alinea yang di dalamnya selalu menyebut kata 'rindu'.

3. Sepertinya, jarak membuat rindu jadi makin berarti.

4. Kadang, cuma butuh satu helaan napas panjang buat menyudahi penat hari ini sambil membayangkan sepotong senyumanmu.

5. Lelah, akhirnya. Hanya ada getar lemah yang tersiksa. Seterusnya adalah kata-kata tak juga berwujud sapa. Aku akan menerima, jika ini memang rindu tak bersambut nyata.

6. Sungguh beruntung! Ada kamu yang menghadirkan sepotong sapa dan sekelebat senyum dalam jarak. Menemaniku dalam diam, dan... dalam damba tak bersyarat.

7. Mendengar renyah sapamu dalam ruang dan jarak yang menyekat tatap, telah cukup untuk menepikan lelahku.

8. Meski hanya menempias pada getar lemah belaka, setidaknya aku percaya: masih ada kepingan rindu yang kujaga, untukmu-bukan siapa-siapa.

9. Rindu itu kamu. Rindu itu sunyi. Cuma kamu yang bisa meramaikannya. Rindu itu api. Cuma kamu yang bisa memadamkannya. Rinduku semena-mena. Begitu terantuk di matamu, tak mau lari ke mana-mana. Rinduku itu haus dan lapar. Cuma sentuhan bibirmu yang bisa memuaskannya.

10. Ditengah keramaian, aku merasa sepi. Tapi aku tak kedinginan; senyumanmu senantiasa menyala dalam diriku. Menghangatkanku dengan rindu.

11. Menjadikanmu selalu ada dan tetap dekat meskipun hanya jauhmu yang kurengkuh.

12. Tak jera! Kugelitik kenanganmu untuk bangkit lagi dari bejananya. Dan tiba-tiba, memenuhi ruang pengharapanmu.

13. Dalam rentang jarak, hanya hati kita yang masih bisa saling menyapa, saling mendoakan, "Aku selalu merindukanmu, sayangku," bisik hatiku lirih padamu, "semoga kamu pun begitu."

14. Jauhmu menghasut kata untuk bercerita tentangmu. Tapi mengapa justru bisu yang menutup mulutku. Kelu hingga tak mampu aku menyapamu.

15. Jarak terkadang lebih indah karena ada jeda dan memberi ruang rindu yang luas bagi hadir sang cinta nanti.

16. Membayangkannya saja membuat hadir jadi lebih terasa. Saat ini, biarlah cukup begini. Sampai nanti bertemu lagi.

17. Untuk apa membenci rasa yang membuncah. Tak peduli merindu atau sebaliknya, telan dan nikmati saja.

18. MAAF! Maaf jika aku tak di sana ketika kamu gelisah. Maaf jika aku tak punya kendali atas waktu dan jarak. Maaf untuk semua gelisah yang kau rasakan. Maaf karena diam-diam aku yang egois ini senang saat rindumu hanya untukku seorang.

19. Bercermin untuk kesekian kali. Bertanya pada bayangan diri yang makin rapuh. Berjalanku menjau, tapi kenapa justru dekatmu yang kurengkuh.

20. Dua hari berlalu. Kebisuan menjadi mahkota tanpa kemewahan yang memburamkan warna-warni rindu.

21. Untuk setiap diammu yang hadir, aku reka membayarnya dengan gelisah yang meluapkan sunyi bertubi-tubi. Hanya karena aku peduli.

22. Yang tersisa, mungkin hanya rindu yang mengulum waras logika. Ada padamu, kunanti sekaligus kubenci.

23. Masihku di sini - sendiri. Menurut bilur-bilur rindu yang tertinggal. Ada padamu, pasti! Dan kuingkari.

24. Aku akan menghirup rindu lewat embusan napasmu dari kejauhan, hingga kupeluk hadirmu dalam dekat... dan satu dalam lekat.

25. Rindu kesumat. Merajalela di batas angkuh yang mengunci bibir untuk bertanya tentangmu. Apakah kau mencecap rasa yang sama? Andai saja.

26. Bahkan, dalam pekatnya malam, larik-larik senyumanmu menjelma lukisan terang yang memenuhi bejana kegelisahanku. Bagaimana mungkin aku mampu beranjak pergi?

27. Sapamu di telepon menjadi kejutan yang taj terduga-duga. Dan sepanjang sisa hari ini, hidupku jadi berjudul 'bahagia'.

28. Nyata atau semu, tak mau ku tahu. Aku hanya ingin menikmati syahdunya rindu menguras warasku, malam ini. Itu saja!.

29. Meredam kata-kata. Kusapih rindu untuk sementara. Mengendapkannya dalam diam, menunggu perjumpaan merunut nyata. Lalu, mmenumpahkannya tanpa sisa.

30. Bertahan dalam diam. Membiarkan rindu memungut indah dalam kesakitannya. Aku rela.

31. Lebih karena mencintai adalah karunia, aku pun memutuskan untuk tidak mengacuhkan seribu tanya mengapa kemudian memilihmu. Toh tak ada jawaban yang tepat untuk setiap langkah kakiku yang merindu pulang menuju dirimu. Juga tak ada alasan yang pasti mengapa aku selalu ingin rebah manja di dadamu. Sudah lama aku berhenti bertanya, berhenti menjawab. Karena semua itu hanya akan membuatku meragu.

32. Rindu yang tertanam, bukan pura-pura. Tinggal tunggu waktu saja meluapkannya tanpa sisa, di dekatmu.

33. Entah sudah berapa ratus titik di pipimu yang kucium; mengeratkan rindu dan kenangan dalam kemegahan perasaan. Lekang!

34. Di sini, aku melibas rindu yang kau tinggalkan. Dalam debar hasrat yang yang putus-putus menyebut namamu.

35. Rindu ini telah menyangderaku. Menjadikanku tahanan di taman cinta.

36. Rindu dan kamu itu seperti angin. Tak bisa kulihat, tapi kurasakan kehangatan juga kegelisahannya.

37. Bersandar pada rapuhnya kesendirian. Menilas lagi kepak sayap menjamu yang membatu dalam cetak biru kenangan. Aku rindu, sialan.

38. Kutitipkan kecup manja di sudut pipimu. Cuma itu yang kumampu.

39. Semestinya kupecahkan saja rindu ini dengan kepala tengadah. Membuncahkannya di beranda hatimu, tanpa malu-malu.

40. Membunuh rindu jelas bukan pilihan. Sama saja memutuskan jembatan menuju kebahagiaan bersamamu.

41. Hari ini kudengar dari bibirmu. Menaklukkanku dengan cinta yang denyutnya mendayu-dayu.

42. Tolong datang padaku. Selimuti aku dengan baju pengharapanmu. Rinduku telah begitu panjang.

43. Luka rindu ini mulai memanen kesakitan di setiap incinya.

44. Menjaring rindu. Satu-satunya jalan yang kupilih untuk tetap bersamamu. Dalam dekat, juga jarak.

45. Lagi. Ketika dia, menegahi langit, ketika kosong hati meliat raga dan pikiran, rindu itu menggugat lagi.

46. Rindu itu mendingin es dan memanas api. Silih berganti, mempermainkanku.

47. Karena kata hanya perantara, tak bisa seutuhnya. Biarkan rasa yang bicara dari kedalamannya, detik ini. Masih. Rindu ini, untukmu.

48. Biarkan rasa menjadi tuan di negeri sendiri. Menjadikanmu rindu di setiap pahatan tanahnya.

49. Tertusuk rindu. Dadaku tersendat. Terengah merapal namamu. Menghela bisu.

50. Cukup rasakan hadirnya, di mana pun kamu berada. Mendekap jauhmu dalam dekat.

51. Ada yang hilang. Sejauh berlari, muara pikiran tak juga menjauh. Mengisap rindu seperti lintah. Haus terpuaskan ketika berdarah.

52. Déjà vu. Setiap kali kusesap cawan rasamu. Manis pahit dalam satu rindu.

53. Teringkus hampa. Kupilah pongah yang mengikut-serta dalam larik-larik rinduku. Maafkan, ini salahku.

54. Labirin hatimu selalu membawaku kembali ke tempat saat kita bermula; jatuh cinta.

55. Sapamu itu masih membungkam seribu. Tak berkutik, tersudutku ke tepi duniamu. Mengapa jarak yang kau bentangkan begitu jauh. Bahkan untuk menyentuh jari manismu saja aku kelelahan.

56. Setiap kata yang tertulis, terasa melempuhkan jemari. Beban rindu itu memanas api dan membakar keangkuhan.

57. Aku telah jatuh menelan rindu ini. Terlalu sakit, memang. Tapi aku tak jera untuk terus berada dalam jerat kesakitan ini.

58. Tanpa awal dan akhiran: rindu ini, milikmu saja.

59. Aku bersyukur kehilangan. Menancapkan arti hadirmu lebih berarti. Dan rinduku pun kian tak terperi.

60. Bahkan pada gerimis aku mengemis: "Teruslah menangis! Derai air matamu menyulam luka rinduku.

61. Terasing di negerimu. Aku! Terosok dalam puing rindumu. Aku! Janganlah beku! Sekian sentimeter lagi jemari kita tinggal menunggu waktu untuk saling menggenggam rasa itu. Janganlah ragu! Rindu ini masih, milikmu.

rindu
62. Bergetar membayangkan. Bertemu? Aku tak punya kendali mengatakannya. Hanya ada api rindu, selebihnya udara beku.

63. Kau tahu apa yang aku cium sekarang? Kerinduan. Kau tahu apa yang aku inginkan sekarang? Menunggu hadirmu. Membayangkannya saja sudah membuat jantungku berdegub kencang. Seperti ada sejuta genderang ditabuh dalam diriku. Ingar-bingar suaranya, semuanya menyerukan namamu. Jadi, jujurlah padaku sekali ini, Sayang; kapan kau akan datang?

64. Belum selesai juga aku membacamu. Membolak-balik halaman tentang rahasia-rahasia yang kau bisikkan padaku di malam itu, juga lelucon-lelucon konyol dalam cengkrama kita. Belum puas aku membacamu. Tak ingin aku menemukan kata 'tamat' di akhir buku tentangmu. Kau kubaca lagi; kali ini dengan rindu.


Moammar Emka

No comments:

Post a Comment